Baiklah!
Entah
kenapa, saya ingin mengabadikan kegiatan-kegiatan hari terakhir ini. Iya.
Banyak hal-hal inspiratif yang terjadi sepekan ini, terkhusus di tempat
mengajar saya.
Minggu
lalu, giliran kelas 8.1 ulangan harian. Seperti biasa minggu sebelumnya sudah
di announce ke anak-anak. Kayaknya si pada semangat untuk ulangan minggu
depan.
Sabtu
lalu ulangan benar saya laksanakan. Dengan peraturan tidak ada secuil kertas pun
yang ada di atas meja kecuali pena. Beberapa anak mulai protes. “bu… buku
tatakan boleh kan?, tanpa itu tulisan kami jadi jelek”. Saya diam sejenak, dan
berpura tidak mendengarkan celotehan anak-anak.
Kali
ini air muka saya terlihat serius, “sekali lagi ibu bilang, tidak ada benda
apapun kecuali pena di atas meja”. Semua hening. Dan seluruh pasang mata siswa
kelas 8.1 menatapku dalam-dalam. Entahlah apa yang mereka pikirkan soal ibu
gurunya ini yang biasanya friendly tiba-tiba menjadi seriously
dengan muka dingin sedingin es batu yang masih dalam freezer.
“tidak
ada yang bersuara, kecuali ibu, kertas soal akan dibagikan dan jangan ada
seorangpun yang membukanya sebelum ada intruksi dari ibu”. Suasana semakin
hening, anak-anak kian mengkerut. Saya masih berkeliling di sekitar kelas dari
sudut ke sudut, memastikan semua anak paham intruksi yang saya diberikan.
Setelah
soal terkulai di masing-masing meja tanpa ada yang berani menyentuhnya,
peraturanpun tercetus. ”silahkan pejamkan mata, tarik nafas dalam-dalam dan
keluarkan lewat mulut pelan-pelan, ulangi sampai tiga kali”.
Semua
anak mengikuti intruksi ini, dan …
“masih
dalam keadaan terpejam, bicaralah pada hati kalian, panggilah nama kalian
masing-masing, bicaralah ! bahwa Saya tidak akan mencontek hari ini, saya
yakin saya bisa tanpa bantuan dari orang lain, saya percaya akan kemampuan yang
telah diberikan oleh Allah, dan saya akan memanfaatkanya. Tarik nafas
dalam-dalam dan keluarkan pelan-pelan lewat mulut, dalam hitungan ketiga
ucapkan Bismillah, buka mata, dan buka soal. Satu…dua…ti…ga…!.
“Bismillahirrahmanirrahim”.
Seketika
keheningan kelas terpecah oleh serentaknya anak-anak melafaskan basmalah
disusul oleh suara kertas yang gemerisik.
Namun
rupanya suasana kembali hening. Saya kira kelas akan gaduh kembali setelah
mereka membuka soal. Kenyataannya kelas kembali tenang, bahkan banyak dari
mereka langsung menghiasi kertas jawaban putih itu dengan lampiasan ingatan
akan mata pelajaran lalu yang telah tuntas saya jelaskan.
Saya
berjalan-jalan santai mengitari sudut-sudut kelas, memastikan semua mulai
mengerjakan soal.
“kejujuran!...percuma
nilai 100 tapi hasil dari mencontek”. Kalimat ini selalu saya
ulang-ulang, agar anak terdoktrin tidak akan mencontek.
Alhasil,
Tidak ada yang bersuara, semua sibuk dengan soal yang ada di tangannya
masing-masing. Sepuluh menit berlalu, suasana masih tenang. Mataku masih tak
mau lalai meninggalkan sedetikpun moment ulangan ini. Mataku siap menyisir
anak-anak yang ketahuan mulai menyontek. Namun, rupanya dugaanku salah. Keadaan
kelas tetap tenang. Tidak ada yang grusak-grusuk, tidak ada pula yang
menggunakan jurus kepala ular. “Alhamdulillah”, batinku.
(suasana ruang kelas 8.1 ulangan PAI)
Lima
belas menit berlalu. Seorang Afif tiba-tiba mengumpulkan kertasnya. “bu ini
punya saya…!”, kata Afif.
Rupanya
tindakan Afif ini mengundang perhatian anak-anak lain, Wajar saja. Ini baru 15
menit tapi si Afif sudah mengumpulkan kertas jawabannya. Brilian sekali anak
ini, pasti dia semaleman belajar dengan serius dan wajar kalau ia paham
soal-soal ini.
Saya
pun menerima kertas jawaban itu, dan mengecek sekilas jawabanya. “lho, Fif kok
ini banyak yang belum diisi?, kok sudah dikumpulkan? Kamu sudah yakin? Ini ibu
kembalikan dan kamu bisa mengerjakan kembali”.
Terkejut.
Ternyata jawaban si Afif masih banyak yang bolong-bolong. Mungkin si Afif hanya
buru-buru mengumpulkan, sehingga saya kembalikan lagi jawabanya agar dia bisa
mengerjakan yang belum diisi.
Namun
guys, apa kata si Afif?
“bu,
biarlah bu, saya sudah yakin, ini sesuai dengan kemampuan saya, yang penting
saya tidak mencontek”.
Oh…
Ya Rabb, anak ini benar-benar terhipnotis dengan terapi tadi sebelum ulangan.
Dia benar-benar berjanji pada dirinya bahwa dia akan mengerjakan dengan
kemampuannya sendiri.
Aku
pun manggut-manggut dan menerima kembali kertas jawaban si Afif yang ia
sodorkan kembali kepada saya.
Cerita
Afif belum selesai sampai disini. Kira-kira apa yang terjadi setelah kertas
ulangan sudah diperiksa? Tungguin ya… ngantuk nih.
22:21
WIB Jum’at 03 Oktober 2014. Palembang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Monggo dikasih masukan ya...