Jumat, 03 Oktober 2014

TENTANG ULANGAN !

Baiklah!
Entah kenapa, saya ingin mengabadikan kegiatan-kegiatan hari terakhir ini. Iya. Banyak hal-hal inspiratif yang terjadi sepekan ini, terkhusus di tempat mengajar saya.
Minggu lalu, giliran kelas 8.1 ulangan harian. Seperti biasa minggu sebelumnya sudah di announce ke anak-anak. Kayaknya si pada semangat untuk ulangan minggu depan.

Sabtu lalu ulangan benar saya laksanakan. Dengan peraturan tidak ada secuil kertas pun yang ada di atas meja kecuali pena. Beberapa anak mulai protes. “bu… buku tatakan boleh kan?, tanpa itu tulisan kami jadi jelek”. Saya diam sejenak, dan berpura tidak mendengarkan celotehan anak-anak.
Kali ini air muka saya terlihat serius, “sekali lagi ibu bilang, tidak ada benda apapun kecuali pena di atas meja”. Semua hening. Dan seluruh pasang mata siswa kelas 8.1 menatapku dalam-dalam. Entahlah apa yang mereka pikirkan soal ibu gurunya ini yang biasanya friendly tiba-tiba menjadi seriously dengan muka dingin sedingin es batu yang masih dalam freezer.
“tidak ada yang bersuara, kecuali ibu, kertas soal akan dibagikan dan jangan ada seorangpun yang membukanya sebelum ada intruksi dari ibu”. Suasana semakin hening, anak-anak kian mengkerut. Saya masih berkeliling di sekitar kelas dari sudut ke sudut, memastikan semua anak paham intruksi yang saya diberikan.
Setelah soal terkulai di masing-masing meja tanpa ada yang berani menyentuhnya, peraturanpun tercetus. ”silahkan pejamkan mata, tarik nafas dalam-dalam dan keluarkan lewat mulut pelan-pelan, ulangi sampai tiga kali”.
Semua anak mengikuti intruksi ini, dan …
“masih dalam keadaan terpejam, bicaralah pada hati kalian, panggilah nama kalian masing-masing, bicaralah ! bahwa Saya tidak akan mencontek hari ini, saya yakin saya bisa tanpa bantuan dari orang lain, saya percaya akan kemampuan yang telah diberikan oleh Allah, dan saya akan memanfaatkanya. Tarik nafas dalam-dalam dan keluarkan pelan-pelan lewat mulut, dalam hitungan ketiga ucapkan Bismillah, buka mata, dan buka soal. Satu…dua…ti…ga…!.
“Bismillahirrahmanirrahim”.
Seketika keheningan kelas terpecah oleh serentaknya anak-anak melafaskan basmalah disusul oleh suara kertas yang gemerisik.
Namun rupanya suasana kembali hening. Saya kira kelas akan gaduh kembali setelah mereka membuka soal. Kenyataannya kelas kembali tenang, bahkan banyak dari mereka langsung menghiasi kertas jawaban putih itu dengan lampiasan ingatan akan mata pelajaran lalu yang telah tuntas saya jelaskan.
Saya berjalan-jalan santai mengitari sudut-sudut kelas, memastikan semua mulai mengerjakan soal.
“kejujuran!...percuma nilai 100 tapi hasil dari mencontek”. Kalimat ini selalu saya ulang-ulang, agar anak terdoktrin tidak akan mencontek.
Alhasil, Tidak ada yang bersuara, semua sibuk dengan soal yang ada di tangannya masing-masing. Sepuluh menit berlalu, suasana masih tenang. Mataku masih tak mau lalai meninggalkan sedetikpun moment ulangan ini. Mataku siap menyisir anak-anak yang ketahuan mulai menyontek. Namun, rupanya dugaanku salah. Keadaan kelas tetap tenang. Tidak ada yang grusak-grusuk, tidak ada pula yang menggunakan jurus kepala ular. “Alhamdulillah”, batinku.

(suasana ruang kelas 8.1 ulangan PAI)

Lima belas menit berlalu. Seorang Afif tiba-tiba mengumpulkan kertasnya. “bu ini punya saya…!”, kata Afif.
Rupanya tindakan Afif ini mengundang perhatian anak-anak lain, Wajar saja. Ini baru 15 menit tapi si Afif sudah mengumpulkan kertas jawabannya. Brilian sekali anak ini, pasti dia semaleman belajar dengan serius dan wajar kalau ia paham soal-soal ini.
Saya pun menerima kertas jawaban itu, dan mengecek sekilas jawabanya. “lho, Fif kok ini banyak yang belum diisi?, kok sudah dikumpulkan? Kamu sudah yakin? Ini ibu kembalikan dan kamu bisa mengerjakan kembali”.
Terkejut. Ternyata jawaban si Afif masih banyak yang bolong-bolong. Mungkin si Afif hanya buru-buru mengumpulkan, sehingga saya kembalikan lagi jawabanya agar dia bisa mengerjakan yang belum diisi.
Namun guys, apa kata si Afif?
“bu, biarlah bu, saya sudah yakin, ini sesuai dengan kemampuan saya, yang penting saya tidak mencontek”.
Oh… Ya Rabb, anak ini benar-benar terhipnotis dengan terapi tadi sebelum ulangan. Dia benar-benar berjanji pada dirinya bahwa dia akan mengerjakan dengan kemampuannya sendiri.
Aku pun manggut-manggut dan menerima kembali kertas jawaban si Afif yang ia sodorkan kembali kepada saya.
Cerita Afif belum selesai sampai disini. Kira-kira apa yang terjadi setelah kertas ulangan sudah diperiksa? Tungguin ya… ngantuk nih.
22:21 WIB Jum’at 03 Oktober 2014. Palembang


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Monggo dikasih masukan ya...