Palembang,
Jum'at 11 April 2014
hari ini,
hari Jum'at. Cuaca agak mendung. Menutupi emas senja yang kunanti tiap
menjelang magrib. Diriku senyum menatap kaca, tersenyum kecil. memuji di dalam
hati. begitu cantiknya wajah ini. #eaaaa muji diri sendiri.
tidak
seperti biasa. kali ini, sebelum adzan Magrib berkumandang, saya sudah rapi
dengan mengenakan mukena. Rencannya ba'da magrib ada janji sama anak-anak untuk
belajar ngaji. hi hi hi.
Allahu
Akbar Allahu Akbar...... jleb... suara Adzan masjid yang tak jauh dari
rumahku sudah terdengar. Ada perasaan senang ada juga perasaan deg-degan.
Perasaan ini sama seperti saat pertama kalinya saya ngajar ngaji sewaktu KKN.
Di sebuah desa kecil di bagian Sumatera Selatan, satu setengah bulan kami
menghabiskan waktu di sana bermain bersama anak-anak desa. tentunya ngajar
ngaji juga. dan saya yang notabene ngajinya pas-pas an, merasa agak-agak gimana
gitu, pas ngajar ngaji menjadi salah satu program rutin yang harus dijalankan
setiap harinya. saya kepikiran yang aneh-aneh. takut salah ngajar, takut malah
saya yang diajar oleh anak-anak desa di sana, takut siswanya nakal trus saya
dikencingin sambil berdiri, ah... bayangan saya terlalu tragis sih.
tapi,
cerita saya di sini bukan soal KKN, bukan juga soal dikencingin siswa.
melainkan perasaan yang sama, saat mau ngajar ngaji. penuh dengan ketakutan
yang luar biasa. takut ini, takut itu dan akhirnya saya tetep ikutan ngajar
ngaji juga. beeehhhh..... sesuai prediksi. anaknya memang nakal-nakal. namun,
dengan jurus... "tutup mulut, haaaap...." semuanya diam. hehheh,
#namun kembali lagi ricuh, huft...!!!!!
ternyata
ngajar ngaji itu enak. saya bisa lebih dekat lagi dengan mereka. mendengarkan
keluh kesah mulut mereka yang sedang polos-polosnya. melihat tingkah-tingkah
mereka yang sulit diprediksi. tapi, mereka bisa bikin happy. saya seakan ikut
membaur sama sepantaran mereka, namun tetap sadar dengan misi mengajar
ngajinya.
itu,
sedikit pengalaman KKN yang memotivasi saya untuk menerapkan hal yang serupa di
tempat tinggal saya saat ini. di sebuah komplek perkota-an. yang kebanyakan
orang-orang nya idealis. sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. termasuk
orang yang nulis ini. terjebak juga dalam situasi perkotaan yang tidak
mempedulikan kehidupan sosialis sekitar.
dengan
berjiwa sedikit kepahlawanan, ndak nyampek separoh sih jiwa pahlawannya,
palingan satu ons saja. ok cukup,berbekal 1 ons jiwa kepahlawanan, saya mencoba
ngajakin anak-anak ngaji bareng saya. eh ternyata mereka mau dan sangat
antusias. yaps... hanya berbekal satu ons jiwa kepahlawanan + keberanian (lebih
tepatnya modal nekat) + kelembutan, ternyata sangat ampuh sekali untuk menarik
hati anak-anak.
melangkah
dengan riang kaki ini menuju masjid. sama rasanya juga waktu pertama kali mau
ngajar ngaji di KKN. ada perasaan was-was takut dan seneng, tapi terus saja
melangkah. akhirnya sampai juga di masjid. dan.... ternyata banyak barisan
jama'ah putri. melebihi barisan yang kemaren. " apa ini anak-anak yang
saya ajar nanti ?" banyak bener.
kalau
banyak gini anak-anaknya, saya pasti kualahan. dan pikiran saya buyar oleh
suara iqomah, pertanda sholat magrib berjama"ah akan dimulai.
#sholat
magrib#
Assalamualaikum
warohmatullahi wabarokatuh.... setelah salam, saya menoleh ke arah kiri.
#jleb....... kosong. anak-anak tadi kemana ?. ternyata abis magrib masih dengan
kebiasaan yang lama. mereka langsung ngacir pulang. ho ho ho ternyata.
tapi
untunglah masih ada tersisa di barisan belakang. ada beberapa anak yang masih
tinggal. tiba-tiba seorang anak menyapaku, " yuk jadi kan kito ngaji malem
ini ?". wah ini dia salah satu korbanku. hahaha. " iyo dek, tapi kito
do'a dulu yo, baru kito ngaji".
mereka
anak-anak yang antusias.
hanya ada
3 anak perempuan dan 2 anak laki-laki. Pitri, Nova, Tri, Jepri dan Yonki. ini
dia calon pejuang. 3 anak yang cewe sudah sampai pada Al qur'an dan 2 anak
cowok laki-laki baru iqro' satu.
mereka
mulai membaca satu persatu. dan kuperdengarkan dengan seksama. mereka sangat
serius dengan baca'anya masing-masing dan saya juga sangat serius dengan
mendengarkan bacaan mereka. ternyata kasusnya sama seperti sewaktu di desa KKN.
mereka sudah mencapai Al qur'an bahkan sudah ada yang sampai jus 15 padahal
mereka baru SD, kasusnya adalah baca'an mereka masih salah. panjang pendeknya
kurang teratur. tajwidnya belum dapet, bahkan mereka belum tau sebutan bagi
"tasjid". ketika saya tanya kepada mereka, "kalian ngaji di TPA
sudah pernah di ajari tajwid ?". mereka menjawab bahwa belum diajari
tajwid, alasanya mereka akan diajari tajwid. tapi nanti. hah ? nantinya kapan ?
nunggu mereka tamat Al qur'an ? atau nunggu mereka tamat kuliah ?
namun,
apapun alasanya, pengajaran tajwid harus sedini mungkin. bahkan kita harus
kenalkan mereka sembari jalan mengaji. kapan mereka akan mengerti tajwid kalau
tidak mernah diajarkan. apakah mereka hanya mengawang saja bacanya.
"adek
baconyo sudah bagus, tapi tajwidnyo masih salah. kalo baco Al qur'an salah
baco, salah pulok dek artinyo, jadi agek ayuk ajari tajwid sedikit demi sedikit
yo". dan mereka manggut.
saya suka.
saya damai. saya tentram, akhirnya saya bisa mengisi waktu saya dengan hal yang
positif. saya hanya berniat semoga hal ini dimudahkan oleh Allah SWT, Satu
tujuan utama, yakni membagi sedikit ilmu yang saya punya. dengan itulah diri
ini merasa tidak sia-sia hidup di dunia.
semoga
saya istiqomah dengan pilihan ini, meskipun di sekeliling juga banyak
berkomentar tentang ini dan itu. namun saya yakin ini adalah jalan Allah.
yuks,
sama-sama peduli di sekitar kita.
berbekal
1 ons jiwa kepahlawanan + nekad + kelembutan.
^_____^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Monggo dikasih masukan ya...