4 Menit yang lalu,
Wanita paruh baya itu memasuki kamar
putrinya. Ia melihat-lihat kamar yang acak adul. Wanita itu menggeleng dan
berkata “bersihkanlah kamarmu nduk”. Sang putri tetap diam menatap layar
komputernya. Nampak di layar komputer dia sedang mengetik bab II skripsinya. Baginya
kamar ini ya memang seperti ini dari ia pulang KKN. Ia harus fokus dan kejar
target skripsi tahun ini. Suasana di rumah nampak sepi. Sang ayah sedang pergi,
mungkin untuk kondangan di rumah tetangga sekitar.
Wanita paruhbaya itu
lalu keluar dari kamar putrinya, yang langsung menembus ruang keluarga yang
berisi kursi panjang. Ruang ini biasanya digunakan untuk mengobrol santai
bersama keluarga.
Wanita itu duduk
menghadap televisi. Ia kemudian memegang remote tv. Namun ia tak ingin
menyalakannya. Dadanya seketika sempit, ia tak dapat lagi mencegar air matanya
untuk mengalir. Sesekali ia merintih dengan nada yang terbata-bata.
“ma’e karo pa’e wes tuo nduk, pa’e sering
marah-marah terus. Kalian anak-anakku pada sibuk semua, ndak ada yang mau
bantui di rumah, ma’e capek nyambut gawe banting tulang, joko tiap malem balek
malem-malem terus, aku iri nduk sama tetangga sebelah, anak-anaknya pada nurut,
pada tinggal diem dirumah ndak seperti kalian”.
Suara wanita itu,
ternyata terdengar jelas di telinga sang putri yang berada di kamar. Seketika ia
menghentikan tangannya yang sedang mengetik. Ia terhanyut dalam kata-kata ibunya. Ibunya
yang ia kenal sebagai wanita periang nan ramah. Malam ini berubah menjadi layu
tidak bersemangat. Sang putri ingin keluar kamar dan memeluk ibunya. Namun kakinya
terasa kaku, ia hanya terdiam menatap kosong layar komputernya. Ia menangis…..
menangis….
Ia tahu, yang dibutuhkan
ibunya adalah uluran tanganya, atau pijitan halus untuk melera capek. Tapi ia
ndak bisa melakukan itu,
Ia semakin meneteskan air matanya.
Ia berjanji dalam hati.
“ma’e. aku sayang ma’e. mungkin saat ini kami anak-anakmu belum biso buat ma’e seneng. Tapi ak janji, aku samo adek bakal jadi uwong sukses, bahkan tetanggo bakal iri nyengok anak-anak ma’e sukses”.
“ma’e. aku sayang ma’e. mungkin saat ini kami anak-anakmu belum biso buat ma’e seneng. Tapi ak janji, aku samo adek bakal jadi uwong sukses, bahkan tetanggo bakal iri nyengok anak-anak ma’e sukses”.
15 Mei 2014, Jum'at Palembang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Monggo dikasih masukan ya...