Sabtu, 19 Oktober 2013

PENDEKATAN PERILAKU (sumber daya manusia)

Nama   : Rusmiatiningsih
Nim     : 10422044
Perpustakaan B

PENDEKATAN PERILAKU (sumber daya manusia)
Sebagaimana dikemukakan Sastradipoera (1998:23) kepemimpinan berdasarkan perilaku adalah “Kepemimpinan yang didasarkan atas pengamatan apa yang dilakukan oleh pemimpin efektif itulah”. Fungsi kepemimpinan disini memberikan kelonggarran kepada individu untuk mewujudkan motivasinya sendiri yang potensial untuk memuaskan kebutuhan yang pada waktu bersamaan memberikan sumbangan bagi pencapaian tujuan organisasi. Teori kepemimpinan berdasarkan perilaku pun memberikan saran-saran akan perlunya fungsi motivasi kepada para pengikut agar mereka dapat memuaskan kebutuhan. Perilaku dapat dipahami melalui tiga pendekatan, yaitu dengan model rasional, sosiologis dan pengemba
ngan hubungan manusia. Model rasional memusatkan perhatianya pada anggota organisasi yang di asumsikan bersifat rasional dan mempunyai berbagai kepentingan, kebutuhan, motif dan tujuan. Tokoh yang mendukung model pendekatan ini adalah Down (1967) dan Simon (1973). Model sosiologis lebih memusatkan perhatianya pada pengetahuan antropologi, sosiologi, dan psikologi. Pendukung model ini adalam Bern (1970). Selanjutnya adalah model pengembangan hubungan manusia lebih memusatkan perhatianya pada tujuan yang ingin dicapai dan pengembangan berbagai sistem motivasi menurut jenis motivasi agar dapat meningkatkan produktivitas kerja. Pendukung model ini adalah MoGregor (1961), Maslow (1970), dan Bennis (1990).
Teori perilaku merupakan pengembangan dari pendekatan hubungan manusiawi. Pendekan ini memandang bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh sistem sosialnya. Diantara tokoh-tokoh pendekatan teori ini adalah:
-          Maslow yang terkenal dengan teori hierarki kebutuhan untuk menjelaskan perilaku manusia dalam kaitanya dengan motivasi manusia.
-          McGergor dengan teori X dan Y.
-          Herzberg dengan teori dua faktor (hygiene –motivation)
-          McCleland dengan teori need of power , need of afliliation, and need of achievement.
-          Blake and Mouton dengan teori managerial grid
-          Likert dengan teorinya empat sistem
-          Fielder dengan pendekatan kontingensi dalam teori kepemimpinanya.
-          Argyris dengan teori organisasi sebagai sistem budayanya dan optimal actualization-organization and individual.
-          Getzles dan Guba dengan teori sistem sosial –nomotetis dan idiografisnya.
-          Schein dengan penelitian dinamika kelompoknya.
-          Vroom dengan teori ekspentensinya.
-          Reddin  dengan teori tiga dimensi kepemimpinanya.
-          Mintzberg dengan struktur organisasinya.
-          Ochi dengan teori Z-nya sebagai kombinasi budaya amerika dengan jepag.
-          Hersey blanchard dengan kepemimpinan situasionalnya.
-          Bass dengan kepemimpinan transformasinya
-          Doming dengan PDCA dan TQM nya
-          Goleman dengan kepemimpinan primal dan emosionalnya.
-          Manning dan Curtis dengan kepemimpinan heroiknya.
Beberapa prinsip pendekatan perilaku ini adalah:
1)      Pendekatan motivasi yang menghasilkan komitmen pekerja sangat diutuhkan.
2)      Manajemen tidak dapat dianggap sebagai suatu proses teknik yang kaku.
3)      Manajemen harus sistematis dan sistemis.
4)      Pendekatan yang dilakukan dalam manajemen harus hati-hati.
5)      Organisasi sebagai suatu keseluruhan.
6)      Kepemimpinan diterapkan sesuai dengan situasi bawahanya.
7)      Unsur manusia merupakan kunci utama yang menentukan sukses atau gagalnya organisasi mencapai tujuanya.
8)      Manajer masa kini harus dididik dan dilatih untuk memahami dan menerapkan konsep-konsep manajemen.
9)      Komitmen dapat ditingkatnya melalui partisipasi dan keterlibatan pekerja.
10)  Pengawasan harus dibangun dalam pengertian positif, bukan mencari kesalahan tetapi mencengah kesalahan secara diri.

Beberapa ahli manajemen termasuk para ahli perilaku percaya bahwa bidang perilaku tidak sepenuhnya nyata karena berkenaan manusia yang bersifat unik. Model, teori dan istilah perilaku oleh ahli perilaku (jargon) sangat kompleks dan abstrak untuk dipraktikkan para manajer. Dikarenakan perilaku manusia sangat unik, maka ahli-ahli perilaku sering berbeda dalam menyimpulkan penelitian, dan rekomendasinya sulit bagi manager untuk memilih dan melaksanakanya. Sumbangan teori perilaku adalah untuk dikembangkan dalam teori motivasi. Selain itu, untuk mengetahui perilaku kelompok, hubungan manusiawi di tempat kerja. Ahli perilaku menyarankan untuk dikembangkan dalam teori-teori kepemimpinan, konflik, kekuasaan, perubahan organisasi, dan komunikasi. [1]
Organisasi terdiri dari orang-orang, unit-unit, pokok analisa dalam teori organisasi. Berbagai ilmu perilaku, antropologi dan psikologi. Dan sosiologi memberikan memberikan banyak dasar untuk memahami perilaku individu dalam organisasi. Berbagai proses psikologi , persepsi, kognisi dan motivasi, memeberikan alat-alat bagi manusia untuk mengembangkan kepribadianya. Konsep orang yang untuh (whole person) menunjukkan integras ciri-ciri bawaan dan ciri-ciri yang diperoleh. Orang-orang beraksi dan beraksi dalam lingkungan, kultural dan organisasional. Pola perilaku individual adalah hasil dari banyak faktor yang komppleks dan merupakan bagian integral dan penting dari sistem psokososial. [2]
Teori motivasi menekankan bahwa perfomance (pelaksanaan, prestasi) merupakan suatu variabel utama bagi individu dan organisasi. Variabel dasar yang menentukan prastasi individu itu adalah kesanggupan, usaha dan kesempatan. Fokus kita adalah pada usaha dengan mengasumsikan bahwa kessanggupan dan kesempatan itu ada. Usaha besar tetapi tidak tidak ada kesanggupan, tidak akan banyak memberikan hasil. Usaha potensial tetapi tidak ada kesempatan akan menimbulkan frustasi. Pengalaman menunjukkan bahwa usaha dan prestasi individual itu sangat berrbeda-beda, bahkan untuk orang-orang yang kemampuanya sama dan bekerja dalam situasi yang pada dasarnya sama. Mengapa? Apa yang menyebabkan perilaku itu tergugah , terarah dan tangguh?. Suatu hal penting dalam studi penyebab perilaku ini adalah keterangan kognitif lawan non-kognitif. Kebanyakan karya mengenai motivasi ini berendapat bahwa adalah penting memahami keadaan dan proses internal individu itu, kebutuhan, keinginan, hasyrat, nilai dan harapan. Idenya adalah penting memahami apa yang diraskan orang dan cara berfikir mereka, untuk dapat meramalkan bagaimana mereka akan berperilaku dalam suatu situasi tertentu. Sebuah pandangan alternatif yang dikemukakan oleh B.F.Skiner menekankan pendekatan non-kognitif yang tidak berusaha menekankan kondisi dan proses internal itu. Sesungguhnya individu itu adlah kotak hitam dimana proses perasaan dan pemikiran tidak diketahui dan tidak dapat diketahui. Perilaku terjadi dan diarahkan serta dipertahankan melalui pengaruh pengaturan penguatan. Perilaku itu dibentuk karena ada konsekuensi yang mengikutinya. Jika perilaku diabaikan ia cenderung menurun atau berhenti, dan jika ia diperkuat dengan positif, ia cenderung meningkat atau bertahan. Untuk dapat meramalkan perilaku yakni dengan mengamati tindakan lahiriyah di masa lampau dan konskwensinya seperti yang ditunjukkan oleh lingkungan eksternal individu.
Sebaliknya kondisi kgnitif  berfokus pada aspek internal. Pandanganya mengenai motivasi didekati melalui 2 dimensi yang relatif berdiri sendiri tetapi tidak seluruhnya terpisah, apa yang menggerakaan orang(isi) dan bagaimana perilaku itu dihasilkan (proses). Teori isi berfokus pada variabel spesifik y[3]ang mempengaruhi perilaku, seperti kbutuhan internal atau kondisi eksternal. Kebutuhan spesifik apa yang menggerakkan indvidu dalam situasi kerja? Inbala spesifik apa yang paling kuat menyokong prestasi yang unggul? Teori proses juga berusaha mengidentifikasi berbagai variabel penting yang dapat menjelaskan perilaku, tetapi ia berfokus pada dinamika bagaimana variabel-variabel tersebut saling berhubungan untuk menentukan arah, tingkat, dan ketahanan usaha. Variabel yang penting adalah insentif, dorongan, penguatan, dan harapan.
Hirarki kebutuhan
Konsep kebutuhan hirarki ini berkembang oleh Abraham Maslow sebagai suatu alternatif untuk meninjau motivasi menurut serangkaian hasrat (drive) relatif terpisah dan nyata. Konsepnya menekankan pada suatu hierarki. Dengan kebutuhan tertentu yang lebih tinggi menjadi aktif, jika kebutuhan tertentu yang lebih rendah telah terpenuhi. Diantaranya dari bawah ke atas
Aktualitas diri : mewujudkan potensi diri, mengembangkan maksimum diri, kreativitas, dan ekspresi diri.
Penghargaan : harga diri, penghargaan orang lain dan ego atau kebutuhan akan status.
Sosial : bergaul dengan orang lain, masuk kelompok, memberi dan menerima persahabatan dan kasih sayang.
Keamanan : perlindungan terhadap bahaya, ancaman dan kehilangan.
Fisiologis : kelaparan, kehausan, dan kegiatan-tidur, dan seks.
Kelima kebutuhan dasar ini saling berkaitan satu sama lain dan tersusun dalam satu hierark pra-potensi. Ini berarti bahwa sasaran yang paling pra-potent akan memonopoli kesadaran dan akan cenderung membangkitkan perilaku untuk menanggapinya. Walau level-level dalam hierarki kebutuhan ini dapat dipisah-pisahkan untuk analisa dan pemahaman, namun barang kali semuanya aktif dalam pola perilaku yang aktual. Kebutuhan tingkat rendah tidak semuanya terpenuhi, kebutuhan tersebut datang kembali secara berkala, dan jika tidak terpenuhi dalam jangka waktu tertentu maka kebutuhan tersebut akan semakin kuat menjadi suatu motivator. Sebaliknya suatu kebutuhan yang dipenuhi seluruhnya, bukan merupakan motivator yang efektif dari perilaku. Penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri jarang terpenuhi, kita berusaha tanpa batas untuk memperoleh kepuasan lebih banyak dari padanya. Sekali ia telah menjadi penting bagi kita. Namun biasanya ia tidak berarti sampai kebutuhan fisiologis, keamanan dan sosal telah cukup terpenuhi.
Para manajer biasanya melaporkan bahwa kesempatan untuk pertumbuhan, prestasi, rasa telah mencapai, sesuatu adlah paling penting bagi mereka dalam pekerjaan. Dan mereka mengasumsikan bahwa bagi pegawai jam-jaman, gaji dan keamanan pekerjaan adalah yang paling penting. Akan tetapi, ada bukti bahwa pegawai beberapa jam itu mempunyai preferensi yang sama seperti top manajer. Bukti ini menunjukkan berlakunya (pervasiveness) hierarki Maslow dan potensi kebutuhan tinggi dalam masyarakat, dimana kebuthan psikologis, keamanan dan soaial, tampaknya cukup terpuaskan. Kecenderungan umum dan rata-rata ini adalah perkiraan utama yang baik untuk memahami dan meramalka perilaku manusia. Akan tetapi, terdapat perbedaan individu yang penting dalam motivasi dan prestasi yang harus disadari dalam setiap situasi organisasi.
Konsep motivasi –Hygiene
Herberg dan para rekanya telah mengarjakan penelitian yang luas mengenai sikap orang terhadap pekerjaan mreka. Penelitian ini bertujuan untuk menguji konsep bahwa orang itu mempunyai dua kebutuhan: kebutuhan mereka seperti hewan untuk menghindari kesakitan fisik dan kehilagan ; kebutuhan mereka sebagai manusia untuk berkembang secara psikologis. Studi semula meliputi wawancara dengan 200 insinyur dan akuntan yang mewakili suatu lintas sektoral dari industri Pittsburgh. Mereka ditanyai mengenai peristiwa-peristiwa yang telah mereka alami dalam pekerjaan mereka yang menghasilka perbaikan yang nyatra atau penurunan besar dalam kepuasan kerja.
Hasil dan studi-studi lain yang serupa dengan subyek-subyek lain tampaknya menunjukkan dua set faktor yang agak menyolok, satu berkaitan terutama dengan kepuasan kerja dan lainya berhubungan dengan  ketidakpuasan kerja. Variabel-variabel lingkungan dibero cap sebagai fakktor hygiene, yang menunjukkan kiasan (analogy) dengan konsep pemeliharaan pencegahan. Faktor-faktor pemuas diberi cap sebagai motifator yang mengandung arti aktifitasnya dalam membangkitkan perilaku individu ke arah usha, prestasi dan kepuasan. Jadi konsep motivasi hygiene telah merangsang banyak pemikiran, baik pro maupun kontra dan penelitian yang berfokus pada motivasi kerja. Konsep ini secara intituitif menarik dan dapat diterapkan. Ia memberikan sumbangan penting dalam mengakui kompleksnya motivasi itu, terutama bahwa bukan hanya uangdan faktor ekstrinsik lain atau faktor-faktor konteks saja yang telibat.[4]
Kebanyakan para pekerja Amerika dapat memutskan apakah mereka hanya akan memenuhi persyaratan minimum dari pekerjaan mereka ataukah akan mengeluarkan usaha ekstra yang membedakan yang biasa dengan yang bermutu tinggi, antara yang sedang-sedang dengan yang unggul. Dalam tahun 1980-an telah menjadi populer untuk mencela merosotnya produktivitas nasional karena matinya etika kerja dalam masyarakat kita. Claimnya adalah bahwa orang tidak hanya tergerak untuk melakukan pekerjaan bermutu tinggi atau pekerjaan yang sangat banyak. Akan tetapi semakin banyak bukti yang sebaliknya , kebanyakan orang-orang akan meningkatkan usaha bebas mereka, artinya selisih antara jumlah kerja yang dianggap perlu oleh para pegawai unutk menghindari pemecatan atau hukuman, dengan jumlah maksimum yang dapat mereka lakukan. Namun tampaknya para manajer tidak banyak berbuat untuk dapat memperoleh energi potensial dan komitmen yang dapat diberikan oleh etika kerja yang berlaku. Penemuan-penemuan dari riset pendapat sekarang, cocok dengan model faktor hygene dan motivator. Misalnya, banyak pekerja menyebutkan perbedaan antara apa yang membuat pekerjaan mereka lebih menyenangkan dengan apa yang menggerakkan mereka agar bekerja lebih keras. Tidak adanya stres, lokasi yang menyenangkan, dan tunjangan yang baik, akan membuata pekerjaan lebih memuaskan. Potensi unutk maju, pekerjaan yang menantang, kesempatan unutk mengembangkan kemampuan, akan membuat orang bekerja lebih keras. Pengakuan akan prestasi yang baik sesuai dengan prestasi merupakan motivator penting pula yang disebutkan oleh para pekerja.
Pada umumnya, para pekerja menuduuh bahwa banyak manajer menghambat (discourage) pekerjaan yang baik karena sikap mereka yang negatif dan perilaku mereka yang berorientasi pengawasan. Sesungguhnya mereka mematikan motivasi para pegawai dan melumpuhkan etika kerja yang sehat. Manusia adalah mesinyang belajar, dan masalahnya adalah bukan motivasi pegawai, melainkan menjaga agar mereka tidak off (padam). Cara tercepat memadamkan motivasi adalah tidak membiarkan mereka melakukan apa-apa yang mereka telah dilatih untuk mengerjakanya.[5]
Pendekatan Hubungan Manusiawi. Pendekatan ini muncul untuk merevisi teori manajemen klasik yang ternyata tidak sepenuhnya menghasilkan efisiensi produksi dan keharmonisan kerja. Para ahli selanjutnya melengkapi teori manajemen klasik dengan menerapkan sosiologi dan psikologi dalam manajemen. Munsterberg(1863-1916), profesor psikologi Jerman yang mendapat sebutan Bapak Psikologi Industri, menyarankan agar penggunaan teknik-teknik manajemen menggunakan hasil eksperimen psikologi. Sebagai contoh, berbagai metode psikologi dapat digunakan untuk memilih kharakteristik tertentu yang cocok dengan kebutuhan suatu jabatan. Ia juga menyarankan agar faktor sosial dan budaya turut dipertimbangkan dalam suatu organisasi. Kontribusi utama dari Munsterberg untuk manajemen adalah aaplikasi psikologi industri dalam manajemen. Penelitian Hawthorne yang dilakukan oleh Mayo (1880-1949) menghasilkan bahwa hubungan manusiawi merupakan istilah umum yang sering dipakai untuk menggambarkan cara interaksi manajer dengan bawahannya secara manusiawi. Asumsinya, jika manajer personalia memotivasi pekerja dengan baik maka hubungan manusiawi dalam organisasipun menjadi baik. Apabila moral dan efisiensi menurun, maka hubungan manusiawi dalam organisasipun menurun. Ahli lain yang termasuk dalam pendekatan ini adalah Lewin, Roger, Morino, dan lainnya. Keterbatasan dari teori hubungan manusiawi ini adalah bahwasanya konsep makhluk sosial tidaklah menggambarkan secara lengkap individu-individu di tempat kerjanya. Perbaikan kondisi kerja dan kepuasan kerja tidak menghasilkan perubahan produktivitas yang mencolok. Lingkungan sosial ti tempat kerja bukanlah satu-satunya tempat pekerja saling berinteraksi dengan unit lain di luar tempat kerja. Kelompok yang diteliti mengubah perilakunya karena merasa kelompoknya menjadi objek dan subjek penelitian.
Pendekatan Teori Perilaku. Teori perilaku merupakan pengembangan dari pendekatan hubungan manusiawi. Pendekatan ini memandang bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh sistem sosialnya. Perilaku dapat dipahami melalui tiga pendekatan, yaitu:
1.                           Rasional.Model rasional memusatkan perhatiannya pada anggota organisasi yang diasumsikan bersifat rasional dan mempunyai berbagai kepentingan, kebutuhan, motif dan tujuan. Pendukung model ini antara lain, Down dan Simon.
2.                           Sosiologis. Model ini lebih memusatkan perhatiannya kepada pengetahuan antropologi, sosiologi dan psikologi. Pendukung model ini antara lain Bern
3.                            Pengembangan hubungan manusi. Model pengembangan hubungan manusia lebih memusatkan perhatiannya kepada tujuan yang ingin dicapai dan pengembangan berbagai sistem motivasi menurut jenis motivasi agar dapat meningkatkan produktivitas kerja. Pendukung model ini antara lain, Mc Gregor, Maslow, dan Bennis.
Keterbatasan dari pendekatan perilaku ini adalah bahwa beberapa ahli manajemen termasuk ahli perilaku percaya bahwa bidang perilaku tidak sepenuhnya nyata karena berkenaan dengan manusia yang bersifat unik. Model, teori dan istilah perilaku oleh ahli perilaku sangat kompleks dan abstrak untuk dipraktekkan para manajer. Dikarenakan perilaku manusia sangat unik, maka ahli-ahli perilaku sering berbeda dalam menyimpulkan penelitian, dan rekomendasinya pun sulit bagi manajer untuk memilih dan melaksanakannya.
Pendekatan umum. Sebuah hal pokok adalah pandangan manajer mengenai sifat dasar manusia. Pandangan yang positif (baik, rajin, bertanggung jawab dan rapi) akan membawa kepada penekanan pada kebutuhan harga diri dan kualitas diri, imbalan intrinsik, dan pekerjaan yang dikayakan. Pandangan yang pesimis (jahat, malas, tidak bertanggung jawab dan dungu) membawa ke penekanan kebutuhan fisiologis dan keamanan, imbalan ekstrinsik, dan kondisi kerja. Suatu aspek yang halus dan sangat penting adalah gejala self fulfillinng. Jika diasumsikan bahwa orang itu tidak bertanggung jawab dan malas, hanya tertarik dengan gaji dan keamanan dengan tugas yang mudah dan rutin, dan jika proses perencanaan dan pengawasan kita berfokus pada pembatasan perilaku manusia, maka prestasi mereka tidak akan melebhi apa yang seharusnya. Pengawasan ketat dan, pengutamaan pada penekanan eksternal dari pada hasrat internal, dan aktivitas yang sangat diprogamkan, tidak akan memberikan banyak peluang untuk pertumbuhan dan pengembangan kemampuan individual. Asumsi yang optimis dapat pula membawa pada self fulfilling prophecies (ramalan swa-daya) dengan memberikan peluang dan mendorong perkembangan individual, pertumbuhanya dan aktualitas dirinya. Dengan memperoleh kesempatan itu, orang akan bangkit, tergerak untuk berprestasi baik, dan ingin meningkatkan kemampuan mereka dengan berjalanya waktu. Jadi, jika tak ada bukti yang menunjukkan sebaliknya, para manajer hendaknya dengan sekurang-kurangnya mulai dengan pandangan yang cukup optimis dengan sikap manusia sementara mereka menerapkan teori motivasi dalam praktek. Menurut Miles, orientasi manajer hendanya ditujukan kepada sumber daya manusia dan pengembanganya dan tidak hanya dalam hubungan kemanusiaan mempertahankan  moral dan kepuasan mereka.
Perilaku yang diperkuat secara positif mungkin akan berlanjut dan meningkat, baik dipandang sebagai proses otomatis maupun disaring melalui proses sadar peningkatan kepuasan, dan keputusan unutk melakukan usaha di masa depan. Walaupun kecaman dan hukuman banyak dipakai untuk mengendalikan perilaku, namun ini hanyalah pemecahan jangka pendek. Walaupun tampaknya efektif menghentikan perilaku tertentu, namun hukuman itu mempunyai akibat kedua yang potensial, seperti meningkatnya ketegangan, menurunkan komunikasi, dan kecenderungan untuk menghindari si penghukum atau barangkali melawan. Kecaman adalah pendekatan yang negatif, ia berkonsentrasi pada apa yang tak boleh dilakukan. Kesempatan untuk memberikan penguatan positif tersedia di banyak organisasi kerja. Alat-alat yang paling efektif adalah :
1)      Uang (jika dikaitkan dengan prestasi)
2)      Pujian atau pengakuan
3)      Kebebasan untuk memilih kegiatan sendiri
4)      Kesempatan untuk melihat diri sendiri menjadi lebih baik
5)      Kekuasaan untuk mempengaruhi kawan sekerja dan manajemen
Contoh-contoh spesifik:
Sejumlah perusahaaan misalnya Emery Air Freight, Michigan Bell Telephone, Conecticut General Life Insurance) telah melaporkan bahwa pengguna’an yang sistematis dari penguatan positif itu mendatangkan hasil. Pendekatan umum mereka meliputi perencanaan dan penilaian prestasi-merancang metode yang memungkinkan pekerja mengetahui sampai berapa jauh mereka telah mencapai sasaran tertentu dan memberikan pujian dan pengekuan unutk perbaikan-perbaikan. Langkah-langkah ini meliputi:
-          Merumuskan aspek perilaku dari tugas-tugas dan kriteria yang relevan unutk mengukur hasil kerja.
-          Mengembangkan sasaran tertentu yang menantang dan realitas untuk setiap pekerja.
-          Melibatkan pekerja dalam menetapkan sasaran dengan maksud untuk meningkatkan probabilitas penerimaan dan komitmen.
-          Mengadakan pembukuan yang menunjukkan prestasi yang dicapai.
-          Memuji aspek-aspek positif dari prestasi.
-          Menahan pujian (misalnya mengabaikan dari pada menghukum) prestasi yang di bawah standar.
Michigan Bell melaporkan menurunya absensi dari 7,5 % menjadi 4,5% dalam waktu kurang dari setahun dan Emery Air Freight melaporkan peningkatan penggunaan container dari 45% menjadi lebih dari 90 %. Penghematan biaya cukup besar dan dapat dilakukan perbaikan-perbaikan. Para manajer yang terlibat menekankan bahwa reinforcement positif hanyalah satu unsur dari keseluruhan sistem yang meliputi gaji/upah yang memadai, pekerjaan yang dikayakan, dan komunikasi yang lebih baik antara atasan dan bawahan di semua level.
Banyak perusahaan mengandalkan insentif moneter untuk memotivasi para pekerjanya.  Dua buah contoh adalah Lincoln Electric (sebuah perusahaan peralatan motor dan las listrik di Cleveland, Ohio) dan Radio Shack. Lincoln Electric membayar sebagian besar para pegawainya berdasarkan kerja potongan dan membagikan bonus tahuna berdasarkan angka-angka merit yang mereka capai selama setahun itu.
Bonus juga berperan penting dalam memotivasi para manajer toko di Radio Shack. Mereka bekerja enam hari seminggu, membersihkan lantai dan rak-rak, seorang manajernya, John Pyktel mengakui bahwa kerja rutin ini telah kuno, “tetapi saya berkata bahwa hari ekstra ini berharga $50.000 se tahun.” Pendekatan ini digambarkan sebagai kewisawastaan kelembagan dan meliputi suatu sistem pembagian laba untuk para manajer yang margin labanya 10% atau lebih.[6]
Perilaku dan motivasi individual adalah bagian utama dari sistem psikososial organisasi. Teori kepribdian merupakan sub disiplin yang penting dalam psikologi umum yang menekankan orang yang utuh dalam lingkunganya dan hubungan antar pribadi yang berjalan. Orang-orang itu adalah sama dalam arti bahwa semua perilaku itu disebabkan, digerakkan dan berorientasi pada sasaran. Sasaran itu berbeda-beda pada setiap orang, seperti juga sebab-sebab yang mendasari motivasi itu. Akan tetapi proses perilaku yang digambarkan oleh ketiga unsur ini, tetap sama untuk semua orang, di semua tempat dan pada segala waktu.
Perbedaan individual perilaku ini terutama disebabkan oleh perbedaan persepsi, kognisi dan motivasi. Proses ini memudahkan evolusi sistem nilai dan pengetahuan perseorangan yang penting untuk menengahi rangsangan dengan tanggapan.
Teori motivasi membahas apa (isi) dan bagaimana (proses) perilaku itu digerakkan, diarahkan dan dipertahankan. Teori non-kognitif menekankan pengaturan operant (pelaksana) melalui penguatan positif. Teori kognitif menekankan keutuhan, dorongan, dan harapan, dengan mengutamakan pertimbangan sadarmengenai manfaaat usaha itu dalam mencapai hasil yang diinginkan. Akan tetapi, hubungan yang tampaknya langsung antara usaha prestasi-kepuasan ini dipengaruhi oleh banyak variabel, seperti variabel, seperti kesanggupan, persepsi peranan, dan sistem imbalan.
Konsep atau model hierarki kebutuhan meliputi level-level kebutuhan pra-potent, seperti kebutuhan fisiologis, keamanan, sosial, pengahargaan, dan aktualirtas diri. Banyak penulis menyarankan pada onsentrasi pada pemuasan kebutuhan tingkat yang lebih tinggi, agar orang itu merealisasikan seluruh potensi mereka. Herberg menerangkan faktor motivasi seperti prestasi, pengakuan, tanggung jawab, dan tugas itu sendiri, lebih dari pada fungsi hygiene seperti kondisi kerja, gaji dan iklim administratif. Mc Cleland menggambarkan motif prestasi itu berkaitan dengan kebutuhan akan penghargaan dan aktualitas diri dan menekankan pentingnya kebutuhan tersebut bagi banyak individu dalam masyarakat, terutama dalam manajer perusahaan.
Pekerjaan itu sendiri dapat pula merupakan suatu alat motivasi. Sasaran-sasaran menantang, pekerjaan yang dikayakan, dan umpan balik mengenai hasil kerja, semuanya dapat memancing usaha. Unsur-unsur ini adalah dasar harapanbahwa usaha ituaka membawa kepasa prestasi, memperoleh imbalan. Kendatipun rumitnya teori motivasi ini, Anamun cukup ban yakbenang yang sama, sehingga dapat ditetapkan pedoman-pedoman yang praktis. Pendekatan yang umum hendaklah cukup luwes dan ikut mempertimbangkan perbedaan-perbedaan individual.[7]
Pendekatan tingkah laku menurut George R Terry pokok dari pendekatanya adalah tingkah laku manusianya dan manusia manusianya. Pendekatan tersebut membawa manajemen kepada metode dan konsep-konsep pengetahuan sosial yang relevan, terutama psikologi dan antropologi dari dinamika pribadi individu-individu hingga hubungan-hubungan dengan Allah SWT. Ditekankan pada hubungan antar dan intra pribadi dan pengaruhnya terhadap manajemen. Si individu dipandang sebagai mahkluk sosiospikologi. Seni dari manajemen ditekankan pada dan seluruh alam hubungan antar manusia dilihat dari kondisi-kondisi manajemen. Ada sementara pihak yang menganggap manajer sebagai pemimpin dan memperlakukan seluruh kegiatan yang diarahkan sebagai situasi-situasi manajerial. Pengaruh lingkungan dan motivasi terhadap tingkah laku manusia. [8]


DAFTAR PUSTAKA
Fremont E.Kast; diterjemahkan oleh Hasmi Ali, Organisasi dan Manajemen, Jakarta: Bumi Aksara, 2002.
George R Terry;diterjemahkan oleh J.Smitsh D.F.M, Prinsip-Prinsip Manajemen,Jakarta: Bumi Aksara,2003.
Husni Usman, Manajemen: teori, praktis, dan riset pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2010







[1] Husni Usman, Manajemen: teori, praktis, dan riset pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2010, hal. 38-39.
[2]Fremont E.Kast; Hasmi Ali, Organisasi dan Manajemen, Jakarta: Bumi Aksara, 2002, hal.389.

[3] Fremont E.Kast; Hasmi Ali, Organisasi dan Manajemen, Jakarta: Bumi Aksara, 2002, hal.400-401.


[4] Fremont E.Kast; Hasmi Ali, Organisasi dan Manajemen, Jakarta: Bumi Aksara, 2002, hal.404-407.


[5] Fremont E.Kast; Hasmi Ali, Organisasi dan Manajemen, Jakarta: Bumi Aksara, 2002, hal.409-411.
[6] Fremont E.Kast; Hasmi Ali, Organisasi dan Manajemen, Jakarta: Bumi Aksara, 2002, hal.420-424.


[7] Fremont E.Kast; Hasmi Ali, Organisasi dan Manajemen, Jakarta: Bumi Aksara, 2002, hal.427-428.
[8] George R Terry;diterjemahkan oleh J.Smitsh D.F.M, Prinsip-Prinsip Manajemen,Jakarta: Bumi Aksara,2003, hal.12-13.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Monggo dikasih masukan ya...