Nama : Rusmiatiningsih
Nim : 10422044
Perpustakaan
B
PENDEKATAN
PERILAKU (sumber daya manusia)
Sebagaimana dikemukakan Sastradipoera
(1998:23) kepemimpinan berdasarkan perilaku adalah “Kepemimpinan yang
didasarkan atas pengamatan apa yang dilakukan oleh pemimpin efektif itulah”.
Fungsi kepemimpinan disini memberikan kelonggarran kepada individu untuk
mewujudkan motivasinya sendiri yang potensial untuk memuaskan kebutuhan yang
pada waktu bersamaan memberikan sumbangan bagi pencapaian tujuan organisasi. Teori kepemimpinan berdasarkan
perilaku pun memberikan saran-saran akan perlunya fungsi motivasi kepada para
pengikut agar mereka dapat memuaskan kebutuhan. Perilaku dapat dipahami
melalui tiga pendekatan, yaitu dengan model rasional, sosiologis dan
pengemba
ngan hubungan manusia. Model rasional memusatkan perhatianya pada
anggota organisasi yang di asumsikan bersifat rasional dan mempunyai berbagai
kepentingan, kebutuhan, motif dan tujuan. Tokoh yang mendukung model pendekatan
ini adalah Down (1967) dan Simon (1973). Model sosiologis lebih memusatkan
perhatianya pada pengetahuan antropologi, sosiologi, dan psikologi. Pendukung
model ini adalam Bern (1970). Selanjutnya adalah model pengembangan hubungan
manusia lebih memusatkan perhatianya pada tujuan yang ingin dicapai dan
pengembangan berbagai sistem motivasi menurut jenis motivasi agar dapat
meningkatkan produktivitas kerja. Pendukung model ini adalah MoGregor (1961),
Maslow (1970), dan Bennis (1990).
Teori
perilaku merupakan pengembangan dari pendekatan hubungan manusiawi. Pendekan ini
memandang bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh sistem sosialnya. Diantara
tokoh-tokoh pendekatan teori ini adalah:
-
Maslow yang
terkenal dengan teori hierarki kebutuhan untuk menjelaskan perilaku manusia
dalam kaitanya dengan motivasi manusia.
-
McGergor dengan
teori X dan Y.
-
Herzberg dengan
teori dua faktor (hygiene –motivation)
-
McCleland dengan
teori need of power , need of afliliation, and need of achievement.
-
Blake and Mouton
dengan teori managerial grid
-
Likert dengan
teorinya empat sistem
-
Fielder dengan
pendekatan kontingensi dalam teori kepemimpinanya.
-
Argyris dengan
teori organisasi sebagai sistem budayanya dan optimal
actualization-organization and individual.
-
Getzles dan Guba
dengan teori sistem sosial –nomotetis dan idiografisnya.
-
Schein dengan
penelitian dinamika kelompoknya.
-
Vroom dengan
teori ekspentensinya.
-
Reddin dengan teori tiga dimensi kepemimpinanya.
-
Mintzberg dengan
struktur organisasinya.
-
Ochi dengan
teori Z-nya sebagai kombinasi budaya amerika dengan jepag.
-
Hersey blanchard
dengan kepemimpinan situasionalnya.
-
Bass dengan
kepemimpinan transformasinya
-
Doming dengan
PDCA dan TQM nya
-
Goleman dengan
kepemimpinan primal dan emosionalnya.
-
Manning dan
Curtis dengan kepemimpinan heroiknya.
Beberapa prinsip
pendekatan perilaku ini adalah:
1) Pendekatan
motivasi yang menghasilkan komitmen pekerja sangat diutuhkan.
2) Manajemen
tidak dapat dianggap sebagai suatu proses teknik yang kaku.
3) Manajemen
harus sistematis dan sistemis.
4) Pendekatan
yang dilakukan dalam manajemen harus hati-hati.
5) Organisasi
sebagai suatu keseluruhan.
6) Kepemimpinan
diterapkan sesuai dengan situasi bawahanya.
7) Unsur
manusia merupakan kunci utama yang menentukan sukses atau gagalnya organisasi
mencapai tujuanya.
8) Manajer
masa kini harus dididik dan dilatih untuk memahami dan menerapkan konsep-konsep
manajemen.
9) Komitmen
dapat ditingkatnya melalui partisipasi dan keterlibatan pekerja.
10) Pengawasan
harus dibangun dalam pengertian positif, bukan mencari kesalahan tetapi
mencengah kesalahan secara diri.
Beberapa ahli manajemen termasuk para ahli perilaku
percaya bahwa bidang perilaku tidak sepenuhnya nyata karena berkenaan manusia
yang bersifat unik. Model, teori dan istilah perilaku oleh ahli perilaku
(jargon) sangat kompleks dan abstrak untuk dipraktikkan para manajer.
Dikarenakan perilaku manusia sangat unik, maka ahli-ahli perilaku sering
berbeda dalam menyimpulkan penelitian, dan rekomendasinya sulit bagi manager
untuk memilih dan melaksanakanya. Sumbangan teori perilaku adalah untuk
dikembangkan dalam teori motivasi. Selain itu, untuk mengetahui perilaku
kelompok, hubungan manusiawi di tempat kerja. Ahli perilaku menyarankan untuk
dikembangkan dalam teori-teori kepemimpinan, konflik, kekuasaan, perubahan
organisasi, dan komunikasi. [1]
Organisasi terdiri dari
orang-orang, unit-unit, pokok analisa dalam teori organisasi. Berbagai ilmu
perilaku, antropologi dan psikologi. Dan sosiologi memberikan memberikan banyak
dasar untuk memahami perilaku individu dalam organisasi. Berbagai proses
psikologi , persepsi, kognisi dan motivasi, memeberikan alat-alat bagi manusia
untuk mengembangkan kepribadianya. Konsep orang yang untuh (whole person)
menunjukkan integras ciri-ciri bawaan dan ciri-ciri yang diperoleh. Orang-orang
beraksi dan beraksi dalam lingkungan, kultural dan organisasional. Pola perilaku
individual adalah hasil dari banyak faktor yang komppleks dan merupakan bagian
integral dan penting dari sistem psokososial. [2]
Teori motivasi menekankan bahwa
perfomance (pelaksanaan, prestasi) merupakan suatu variabel utama bagi individu
dan organisasi. Variabel dasar yang menentukan prastasi individu itu adalah
kesanggupan, usaha dan kesempatan. Fokus kita adalah pada usaha dengan
mengasumsikan bahwa kessanggupan dan kesempatan itu ada. Usaha besar tetapi
tidak tidak ada kesanggupan, tidak akan banyak memberikan hasil. Usaha
potensial tetapi tidak ada kesempatan akan menimbulkan frustasi. Pengalaman
menunjukkan bahwa usaha dan prestasi individual itu sangat berrbeda-beda,
bahkan untuk orang-orang yang kemampuanya sama dan bekerja dalam situasi yang
pada dasarnya sama. Mengapa? Apa yang menyebabkan perilaku itu tergugah ,
terarah dan tangguh?. Suatu hal penting dalam studi penyebab perilaku ini
adalah keterangan kognitif lawan non-kognitif. Kebanyakan karya mengenai
motivasi ini berendapat bahwa adalah penting memahami keadaan dan proses
internal individu itu, kebutuhan, keinginan, hasyrat, nilai dan harapan. Idenya
adalah penting memahami apa yang diraskan orang dan cara berfikir mereka, untuk
dapat meramalkan bagaimana mereka akan berperilaku dalam suatu situasi
tertentu. Sebuah pandangan alternatif yang dikemukakan oleh B.F.Skiner
menekankan pendekatan non-kognitif yang tidak berusaha menekankan kondisi dan
proses internal itu. Sesungguhnya individu itu adlah kotak hitam dimana proses
perasaan dan pemikiran tidak diketahui dan tidak dapat diketahui. Perilaku
terjadi dan diarahkan serta dipertahankan melalui pengaruh pengaturan
penguatan. Perilaku itu dibentuk karena ada konsekuensi yang mengikutinya. Jika
perilaku diabaikan ia cenderung menurun atau berhenti, dan jika ia diperkuat
dengan positif, ia cenderung meningkat atau bertahan. Untuk dapat meramalkan
perilaku yakni dengan mengamati tindakan lahiriyah di masa lampau dan
konskwensinya seperti yang ditunjukkan oleh lingkungan eksternal individu.
Sebaliknya kondisi kgnitif berfokus pada aspek internal. Pandanganya
mengenai motivasi didekati melalui 2 dimensi yang relatif berdiri sendiri
tetapi tidak seluruhnya terpisah, apa yang menggerakaan orang(isi) dan
bagaimana perilaku itu dihasilkan (proses). Teori isi berfokus pada variabel
spesifik y[3]ang
mempengaruhi perilaku, seperti kbutuhan internal atau kondisi eksternal.
Kebutuhan spesifik apa yang menggerakkan indvidu dalam situasi kerja? Inbala
spesifik apa yang paling kuat menyokong prestasi yang unggul? Teori proses juga
berusaha mengidentifikasi berbagai variabel penting yang dapat menjelaskan
perilaku, tetapi ia berfokus pada dinamika bagaimana variabel-variabel tersebut
saling berhubungan untuk menentukan arah, tingkat, dan ketahanan usaha.
Variabel yang penting adalah insentif, dorongan, penguatan, dan harapan.
Hirarki kebutuhan
Konsep kebutuhan hirarki ini
berkembang oleh Abraham Maslow sebagai suatu alternatif untuk meninjau motivasi
menurut serangkaian hasrat (drive) relatif terpisah dan nyata. Konsepnya
menekankan pada suatu hierarki. Dengan kebutuhan tertentu yang lebih tinggi
menjadi aktif, jika kebutuhan tertentu yang lebih rendah telah terpenuhi.
Diantaranya dari bawah ke atas
Aktualitas diri : mewujudkan potensi diri,
mengembangkan maksimum diri, kreativitas, dan ekspresi diri.
Penghargaan : harga diri, penghargaan orang lain dan
ego atau kebutuhan akan status.
Sosial : bergaul dengan orang lain, masuk kelompok,
memberi dan menerima persahabatan dan kasih sayang.
Keamanan : perlindungan terhadap bahaya, ancaman dan
kehilangan.
Fisiologis : kelaparan, kehausan, dan
kegiatan-tidur, dan seks.
Kelima kebutuhan dasar ini saling
berkaitan satu sama lain dan tersusun dalam satu hierark pra-potensi. Ini
berarti bahwa sasaran yang paling pra-potent akan memonopoli kesadaran dan akan
cenderung membangkitkan perilaku untuk menanggapinya. Walau level-level dalam
hierarki kebutuhan ini dapat dipisah-pisahkan untuk analisa dan pemahaman,
namun barang kali semuanya aktif dalam pola perilaku yang aktual. Kebutuhan tingkat
rendah tidak semuanya terpenuhi, kebutuhan tersebut datang kembali secara
berkala, dan jika tidak terpenuhi dalam jangka waktu tertentu maka kebutuhan
tersebut akan semakin kuat menjadi suatu motivator. Sebaliknya suatu kebutuhan
yang dipenuhi seluruhnya, bukan merupakan motivator yang efektif dari perilaku.
Penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri jarang terpenuhi, kita berusaha
tanpa batas untuk memperoleh kepuasan lebih banyak dari padanya. Sekali ia
telah menjadi penting bagi kita. Namun biasanya ia tidak berarti sampai kebutuhan
fisiologis, keamanan dan sosal telah cukup terpenuhi.
Para manajer biasanya melaporkan
bahwa kesempatan untuk pertumbuhan, prestasi, rasa telah mencapai, sesuatu
adlah paling penting bagi mereka dalam pekerjaan. Dan mereka mengasumsikan
bahwa bagi pegawai jam-jaman, gaji dan keamanan pekerjaan adalah yang paling
penting. Akan tetapi, ada bukti bahwa pegawai beberapa jam itu mempunyai
preferensi yang sama seperti top manajer. Bukti ini menunjukkan berlakunya
(pervasiveness) hierarki Maslow dan potensi kebutuhan tinggi dalam masyarakat,
dimana kebuthan psikologis, keamanan dan soaial, tampaknya cukup terpuaskan.
Kecenderungan umum dan rata-rata ini adalah perkiraan utama yang baik untuk
memahami dan meramalka perilaku manusia. Akan tetapi, terdapat perbedaan
individu yang penting dalam motivasi dan prestasi yang harus disadari dalam
setiap situasi organisasi.
Konsep motivasi –Hygiene
Herberg dan para rekanya telah
mengarjakan penelitian yang luas mengenai sikap orang terhadap pekerjaan mreka.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji konsep bahwa orang itu mempunyai dua
kebutuhan: kebutuhan mereka seperti hewan untuk menghindari kesakitan fisik dan
kehilagan ; kebutuhan mereka sebagai manusia untuk berkembang secara psikologis.
Studi semula meliputi wawancara dengan 200 insinyur dan akuntan yang mewakili
suatu lintas sektoral dari industri Pittsburgh. Mereka ditanyai mengenai
peristiwa-peristiwa yang telah mereka alami dalam pekerjaan mereka yang
menghasilka perbaikan yang nyatra atau penurunan besar dalam kepuasan kerja.
Hasil dan studi-studi lain yang
serupa dengan subyek-subyek lain tampaknya menunjukkan dua set faktor yang agak
menyolok, satu berkaitan terutama dengan kepuasan kerja dan lainya berhubungan
dengan ketidakpuasan kerja. Variabel-variabel
lingkungan dibero cap sebagai fakktor hygiene, yang menunjukkan kiasan
(analogy) dengan konsep pemeliharaan pencegahan. Faktor-faktor pemuas diberi
cap sebagai motifator yang mengandung arti aktifitasnya dalam membangkitkan
perilaku individu ke arah usha, prestasi dan kepuasan. Jadi konsep motivasi
hygiene telah merangsang banyak pemikiran, baik pro maupun kontra dan
penelitian yang berfokus pada motivasi kerja. Konsep ini secara intituitif
menarik dan dapat diterapkan. Ia memberikan sumbangan penting dalam mengakui
kompleksnya motivasi itu, terutama bahwa bukan hanya uangdan faktor ekstrinsik
lain atau faktor-faktor konteks saja yang telibat.[4]
Kebanyakan para pekerja Amerika
dapat memutskan apakah mereka hanya akan memenuhi persyaratan minimum dari
pekerjaan mereka ataukah akan mengeluarkan usaha ekstra yang membedakan yang
biasa dengan yang bermutu tinggi, antara yang sedang-sedang dengan yang unggul.
Dalam tahun 1980-an telah menjadi populer untuk mencela merosotnya produktivitas
nasional karena matinya etika kerja dalam masyarakat kita. Claimnya adalah
bahwa orang tidak hanya tergerak untuk melakukan pekerjaan bermutu tinggi atau
pekerjaan yang sangat banyak. Akan tetapi semakin banyak bukti yang sebaliknya
, kebanyakan orang-orang akan meningkatkan usaha bebas mereka, artinya selisih
antara jumlah kerja yang dianggap perlu oleh para pegawai unutk menghindari
pemecatan atau hukuman, dengan jumlah maksimum yang dapat mereka lakukan. Namun
tampaknya para manajer tidak banyak berbuat untuk dapat memperoleh energi
potensial dan komitmen yang dapat diberikan oleh etika kerja yang berlaku.
Penemuan-penemuan dari riset pendapat sekarang, cocok dengan model faktor
hygene dan motivator. Misalnya, banyak pekerja menyebutkan perbedaan antara apa
yang membuat pekerjaan mereka lebih menyenangkan dengan apa yang menggerakkan
mereka agar bekerja lebih keras. Tidak adanya stres, lokasi yang menyenangkan,
dan tunjangan yang baik, akan membuata pekerjaan lebih memuaskan. Potensi unutk
maju, pekerjaan yang menantang, kesempatan unutk mengembangkan kemampuan, akan
membuat orang bekerja lebih keras. Pengakuan akan prestasi yang baik sesuai
dengan prestasi merupakan motivator penting pula yang disebutkan oleh para
pekerja.
Pada umumnya, para pekerja menuduuh
bahwa banyak manajer menghambat (discourage) pekerjaan yang baik karena sikap
mereka yang negatif dan perilaku mereka yang berorientasi pengawasan.
Sesungguhnya mereka mematikan motivasi para pegawai dan melumpuhkan etika kerja
yang sehat. Manusia adalah mesinyang belajar, dan masalahnya adalah bukan
motivasi pegawai, melainkan menjaga agar mereka tidak off (padam). Cara
tercepat memadamkan motivasi adalah tidak membiarkan mereka melakukan apa-apa
yang mereka telah dilatih untuk mengerjakanya.[5]
Pendekatan Hubungan Manusiawi. Pendekatan
ini muncul untuk merevisi teori manajemen klasik yang ternyata tidak sepenuhnya
menghasilkan efisiensi produksi dan keharmonisan kerja. Para ahli selanjutnya
melengkapi teori manajemen klasik dengan menerapkan sosiologi dan psikologi
dalam manajemen. Munsterberg(1863-1916), profesor psikologi Jerman yang
mendapat sebutan Bapak Psikologi Industri, menyarankan agar penggunaan
teknik-teknik manajemen menggunakan hasil eksperimen psikologi. Sebagai contoh,
berbagai metode psikologi dapat digunakan untuk memilih kharakteristik tertentu
yang cocok dengan kebutuhan suatu jabatan. Ia juga menyarankan agar faktor
sosial dan budaya turut dipertimbangkan dalam suatu organisasi. Kontribusi
utama dari Munsterberg untuk manajemen adalah aaplikasi psikologi industri
dalam manajemen. Penelitian Hawthorne yang dilakukan oleh Mayo
(1880-1949) menghasilkan bahwa hubungan manusiawi merupakan istilah umum yang
sering dipakai untuk menggambarkan cara interaksi manajer dengan bawahannya
secara manusiawi. Asumsinya, jika manajer personalia memotivasi pekerja dengan
baik maka hubungan manusiawi dalam organisasipun menjadi baik. Apabila moral
dan efisiensi menurun, maka hubungan manusiawi dalam organisasipun menurun. Ahli
lain yang termasuk dalam pendekatan ini adalah Lewin, Roger, Morino, dan
lainnya. Keterbatasan dari teori hubungan manusiawi ini adalah bahwasanya
konsep makhluk sosial tidaklah menggambarkan secara lengkap individu-individu
di tempat kerjanya. Perbaikan kondisi kerja dan kepuasan kerja tidak
menghasilkan perubahan produktivitas yang mencolok. Lingkungan sosial ti tempat
kerja bukanlah satu-satunya tempat pekerja saling berinteraksi dengan unit lain
di luar tempat kerja. Kelompok yang diteliti mengubah perilakunya karena merasa
kelompoknya menjadi objek dan subjek penelitian.
Pendekatan Teori Perilaku. Teori
perilaku merupakan pengembangan dari pendekatan hubungan manusiawi. Pendekatan
ini memandang bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh sistem sosialnya.
Perilaku dapat dipahami melalui tiga pendekatan, yaitu:
1.
Rasional.Model
rasional memusatkan perhatiannya pada anggota organisasi yang diasumsikan
bersifat rasional dan mempunyai berbagai kepentingan, kebutuhan, motif dan
tujuan. Pendukung model ini antara lain, Down dan Simon.
2.
Sosiologis. Model
ini lebih memusatkan perhatiannya kepada pengetahuan antropologi, sosiologi dan
psikologi. Pendukung model ini antara lain Bern
3.
Pengembangan hubungan manusi. Model
pengembangan hubungan manusia lebih memusatkan perhatiannya kepada tujuan yang ingin
dicapai dan pengembangan berbagai sistem motivasi menurut jenis motivasi agar
dapat meningkatkan produktivitas kerja. Pendukung model ini antara lain, Mc
Gregor, Maslow, dan Bennis.
Keterbatasan dari pendekatan perilaku
ini adalah bahwa beberapa ahli manajemen termasuk ahli perilaku percaya bahwa
bidang perilaku tidak sepenuhnya nyata karena berkenaan dengan manusia yang
bersifat unik. Model, teori dan istilah perilaku oleh ahli perilaku sangat
kompleks dan abstrak untuk dipraktekkan para manajer. Dikarenakan perilaku
manusia sangat unik, maka ahli-ahli perilaku sering berbeda dalam menyimpulkan
penelitian, dan rekomendasinya pun sulit bagi manajer untuk memilih dan
melaksanakannya.
Pendekatan umum. Sebuah hal pokok adalah
pandangan manajer mengenai sifat dasar manusia. Pandangan yang positif (baik,
rajin, bertanggung jawab dan rapi) akan membawa kepada penekanan pada kebutuhan
harga diri dan kualitas diri, imbalan intrinsik, dan pekerjaan yang dikayakan.
Pandangan yang pesimis (jahat, malas, tidak bertanggung jawab dan dungu)
membawa ke penekanan kebutuhan fisiologis dan keamanan, imbalan ekstrinsik, dan
kondisi kerja. Suatu aspek yang halus dan sangat penting adalah gejala self
fulfillinng. Jika diasumsikan bahwa orang itu tidak bertanggung jawab dan malas,
hanya tertarik dengan gaji dan keamanan dengan tugas yang mudah dan rutin, dan
jika proses perencanaan dan pengawasan kita berfokus pada pembatasan perilaku
manusia, maka prestasi mereka tidak akan melebhi apa yang seharusnya.
Pengawasan ketat dan, pengutamaan pada penekanan eksternal dari pada hasrat
internal, dan aktivitas yang sangat diprogamkan, tidak akan memberikan banyak
peluang untuk pertumbuhan dan pengembangan kemampuan individual. Asumsi yang
optimis dapat pula membawa pada self fulfilling prophecies (ramalan swa-daya)
dengan memberikan peluang dan mendorong perkembangan individual, pertumbuhanya
dan aktualitas dirinya. Dengan memperoleh kesempatan itu, orang akan bangkit,
tergerak untuk berprestasi baik, dan ingin meningkatkan kemampuan mereka dengan
berjalanya waktu. Jadi, jika tak ada bukti yang menunjukkan sebaliknya, para
manajer hendaknya dengan sekurang-kurangnya mulai dengan pandangan yang cukup
optimis dengan sikap manusia sementara mereka menerapkan teori motivasi dalam
praktek. Menurut Miles, orientasi manajer hendanya ditujukan kepada sumber daya
manusia dan pengembanganya dan tidak hanya dalam hubungan kemanusiaan
mempertahankan moral dan kepuasan
mereka.
Perilaku yang diperkuat secara positif
mungkin akan berlanjut dan meningkat, baik dipandang sebagai proses otomatis
maupun disaring melalui proses sadar peningkatan kepuasan, dan keputusan unutk
melakukan usaha di masa depan. Walaupun kecaman dan hukuman banyak dipakai
untuk mengendalikan perilaku, namun ini hanyalah pemecahan jangka pendek.
Walaupun tampaknya efektif menghentikan perilaku tertentu, namun hukuman itu
mempunyai akibat kedua yang potensial, seperti meningkatnya ketegangan,
menurunkan komunikasi, dan kecenderungan untuk menghindari si penghukum atau
barangkali melawan. Kecaman adalah pendekatan yang negatif, ia berkonsentrasi
pada apa yang tak boleh dilakukan. Kesempatan untuk memberikan penguatan
positif tersedia di banyak organisasi kerja. Alat-alat yang paling efektif
adalah :
1) Uang
(jika dikaitkan dengan prestasi)
2) Pujian
atau pengakuan
3) Kebebasan
untuk memilih kegiatan sendiri
4) Kesempatan
untuk melihat diri sendiri menjadi lebih baik
5) Kekuasaan
untuk mempengaruhi kawan sekerja dan manajemen
Contoh-contoh spesifik:
Sejumlah perusahaaan misalnya Emery Air
Freight, Michigan Bell Telephone, Conecticut General Life Insurance) telah
melaporkan bahwa pengguna’an yang sistematis dari penguatan positif itu
mendatangkan hasil. Pendekatan umum mereka meliputi perencanaan dan penilaian
prestasi-merancang metode yang memungkinkan pekerja mengetahui sampai berapa
jauh mereka telah mencapai sasaran tertentu dan memberikan pujian dan pengekuan
unutk perbaikan-perbaikan. Langkah-langkah ini meliputi:
-
Merumuskan aspek
perilaku dari tugas-tugas dan kriteria yang relevan unutk mengukur hasil kerja.
-
Mengembangkan
sasaran tertentu yang menantang dan realitas untuk setiap pekerja.
-
Melibatkan
pekerja dalam menetapkan sasaran dengan maksud untuk meningkatkan probabilitas
penerimaan dan komitmen.
-
Mengadakan
pembukuan yang menunjukkan prestasi yang dicapai.
-
Memuji
aspek-aspek positif dari prestasi.
-
Menahan pujian
(misalnya mengabaikan dari pada menghukum) prestasi yang di bawah standar.
Michigan Bell
melaporkan menurunya absensi dari 7,5 % menjadi 4,5% dalam waktu kurang dari
setahun dan Emery Air Freight melaporkan peningkatan penggunaan container dari
45% menjadi lebih dari 90 %. Penghematan biaya cukup besar dan dapat dilakukan
perbaikan-perbaikan. Para manajer yang terlibat menekankan bahwa reinforcement
positif hanyalah satu unsur dari keseluruhan sistem yang meliputi gaji/upah
yang memadai, pekerjaan yang dikayakan, dan komunikasi yang lebih baik antara
atasan dan bawahan di semua level.
Banyak perusahaan
mengandalkan insentif moneter untuk memotivasi para pekerjanya. Dua buah contoh adalah Lincoln Electric
(sebuah perusahaan peralatan motor dan las listrik di Cleveland, Ohio) dan
Radio Shack. Lincoln Electric membayar sebagian besar para pegawainya
berdasarkan kerja potongan dan membagikan bonus tahuna berdasarkan angka-angka
merit yang mereka capai selama setahun itu.
Bonus
juga berperan penting dalam memotivasi para manajer toko di Radio Shack. Mereka
bekerja enam hari seminggu, membersihkan lantai dan rak-rak, seorang
manajernya, John Pyktel mengakui bahwa kerja rutin ini telah kuno, “tetapi saya
berkata bahwa hari ekstra ini berharga $50.000 se tahun.” Pendekatan ini
digambarkan sebagai kewisawastaan kelembagan dan meliputi suatu sistem
pembagian laba untuk para manajer yang margin labanya 10% atau lebih.[6]
Perilaku
dan motivasi individual adalah bagian utama dari sistem psikososial organisasi.
Teori kepribdian merupakan sub disiplin yang penting dalam psikologi umum yang
menekankan orang yang utuh dalam lingkunganya dan hubungan antar pribadi yang
berjalan. Orang-orang itu adalah sama dalam arti bahwa semua perilaku itu
disebabkan, digerakkan dan berorientasi pada sasaran. Sasaran itu berbeda-beda
pada setiap orang, seperti juga sebab-sebab yang mendasari motivasi itu. Akan
tetapi proses perilaku yang digambarkan oleh ketiga unsur ini, tetap sama untuk
semua orang, di semua tempat dan pada segala waktu.
Perbedaan individual
perilaku ini terutama disebabkan oleh perbedaan persepsi, kognisi dan motivasi.
Proses ini memudahkan evolusi sistem nilai dan pengetahuan perseorangan yang
penting untuk menengahi rangsangan dengan tanggapan.
Teori
motivasi membahas apa (isi) dan bagaimana (proses) perilaku itu digerakkan,
diarahkan dan dipertahankan. Teori non-kognitif menekankan pengaturan operant
(pelaksana) melalui penguatan positif. Teori kognitif menekankan keutuhan,
dorongan, dan harapan, dengan mengutamakan pertimbangan sadarmengenai manfaaat
usaha itu dalam mencapai hasil yang diinginkan. Akan tetapi, hubungan yang
tampaknya langsung antara usaha prestasi-kepuasan ini dipengaruhi oleh banyak
variabel, seperti variabel, seperti kesanggupan, persepsi peranan, dan sistem
imbalan.
Konsep
atau model hierarki kebutuhan meliputi level-level kebutuhan pra-potent,
seperti kebutuhan fisiologis, keamanan, sosial, pengahargaan, dan aktualirtas
diri. Banyak penulis menyarankan pada onsentrasi pada pemuasan kebutuhan
tingkat yang lebih tinggi, agar orang itu merealisasikan seluruh potensi
mereka. Herberg menerangkan faktor motivasi seperti prestasi, pengakuan,
tanggung jawab, dan tugas itu sendiri, lebih dari pada fungsi hygiene seperti
kondisi kerja, gaji dan iklim administratif. Mc Cleland menggambarkan motif
prestasi itu berkaitan dengan kebutuhan akan penghargaan dan aktualitas diri
dan menekankan pentingnya kebutuhan tersebut bagi banyak individu dalam
masyarakat, terutama dalam manajer perusahaan.
Pekerjaan
itu sendiri dapat pula merupakan suatu alat motivasi. Sasaran-sasaran
menantang, pekerjaan yang dikayakan, dan umpan balik mengenai hasil kerja,
semuanya dapat memancing usaha. Unsur-unsur ini adalah dasar harapanbahwa usaha
ituaka membawa kepasa prestasi, memperoleh imbalan. Kendatipun rumitnya teori
motivasi ini, Anamun cukup ban yakbenang yang sama, sehingga dapat ditetapkan
pedoman-pedoman yang praktis. Pendekatan yang umum hendaklah cukup luwes dan
ikut mempertimbangkan perbedaan-perbedaan individual.[7]
Pendekatan
tingkah laku menurut George R Terry pokok dari pendekatanya adalah tingkah laku
manusianya dan manusia manusianya. Pendekatan tersebut membawa manajemen kepada
metode dan konsep-konsep pengetahuan sosial yang relevan, terutama psikologi
dan antropologi dari dinamika pribadi individu-individu hingga
hubungan-hubungan dengan Allah SWT. Ditekankan pada hubungan antar dan intra
pribadi dan pengaruhnya terhadap manajemen. Si individu dipandang sebagai
mahkluk sosiospikologi. Seni dari manajemen ditekankan pada dan seluruh alam
hubungan antar manusia dilihat dari kondisi-kondisi manajemen. Ada sementara
pihak yang menganggap manajer sebagai pemimpin dan memperlakukan seluruh
kegiatan yang diarahkan sebagai situasi-situasi manajerial. Pengaruh lingkungan
dan motivasi terhadap tingkah laku manusia. [8]
DAFTAR
PUSTAKA
Fremont E.Kast; diterjemahkan
oleh Hasmi Ali, Organisasi dan Manajemen,
Jakarta: Bumi Aksara, 2002.
George R Terry;diterjemahkan oleh
J.Smitsh D.F.M, Prinsip-Prinsip Manajemen,Jakarta:
Bumi Aksara,2003.
Husni Usman, Manajemen: teori, praktis, dan riset pendidikan, Jakarta: Bumi
Aksara, 2010
[1]
Husni Usman, Manajemen: teori, praktis,
dan riset pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2010, hal. 38-39.
[2]Fremont
E.Kast; Hasmi Ali, Organisasi dan
Manajemen, Jakarta: Bumi Aksara, 2002, hal.389.
[5] Fremont
E.Kast; Hasmi Ali, Organisasi dan
Manajemen, Jakarta: Bumi Aksara, 2002, hal.409-411.
[7]
Fremont E.Kast; Hasmi Ali, Organisasi dan
Manajemen, Jakarta: Bumi Aksara, 2002, hal.427-428.
[8]
George R Terry;diterjemahkan oleh J.Smitsh D.F.M, Prinsip-Prinsip Manajemen,Jakarta: Bumi Aksara,2003, hal.12-13.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Monggo dikasih masukan ya...