#30harimenulissuratcinta hari ke-6
Hallo...
Pak, apa kabar? Mungkin bapak lebih paham kalau aku bertanya kabar dengan bahasa ini, "comment allez-vous?"
Pasti dengan senyum sempringah dan tangan terbuka bapak akan segera menjawabnya dengan kata, "je vais bien" atau saya baik-baik saja.
Semester 6 yang lalu, kegiatan PPL (Praktik Profesi Lapangan) yang diselenggarakan pihak kampus ternyata mempertemukanku denganmu. Ahh pak, sejujurnya sampai saat ini aku tak percaya bapak segagah itu.
Lihat saja keriput ditanganmu, ditambah lagi tonjolan urat nadi berwarna biru yang berkelok kelok di punggung telapak tanganmu itu. Nafasmu sering tersengal-sengal saat mengajari kami tentang klasifikasi buku. Tak jarang kujumpai gemetar tanganmu membolak balik buku DDC (Dewey Decimal Classification) kitabnya orang-orang perpustakaan. Apalagi bapak mengaku gak suka sama nasi rendang. Bukan tak enak, tapi gigi yang gak suka lagi menggigit makanan keras.
Semua di atas terbantahkan. Bapak membuktikan bahwa bapak memang gagah. Kegagahanmu it mampu kulihat ketika bapak bercerita bahwa dulu adalah seorang veteran. Wow pahlawan negara nih ceritanya. Berjuang demi kemerdekaan. Kemudian melalang buana ke Jakarta hingga akhirnya bapak masuk di Fakultas Bahasa UI dan mengambil jurusan sastra Perancis. Dari sanalah bapak mahir berbahasa Perancis.
Detail sekali bapak bercerita masa mudamu, hari, bulan dan tahun hingga rentetan cerita didalamnya bahkan bapak masih ingat betul. Bagaimana mungkin? Dengan umur 84 bapak masih mengingat semuanya?
Belum lagi, ketika membolak balik halaman buku, meski tanganmu gemetaran, bapak dengan sombongnya melepas kacamata dan dengan lincah membaca tulisan-tulisan kecil sekali bahkan juga tulisan-tulisan berbahasa inggris dan aneh memang, semua yang bapak baca tidak ada yang terlewat. Benar-benar masih teliti.
Wow sekali, bapak memang benar-benar gagah. Dan mulai sejak itulah aku mulai jatuh cinta pada sosokmu. Sosok yang bijaksana dan selalu mengajarkan untuk berfikir kuat. Sungguh mengagumkan.
Meski demikian, kami terkadang jengkel dengan bapak. Bapak sering memarahi kami bahkan menghina. Bapak sering mengatakan ini "kalian itu tidak bodoh, hanya kalian itu tidak terlalu pintar". Ha ha kami paham sebenarnya artinya adalah sama, bahwa kami bodoh.
Hingga pada suatu hari aku berniat untuk menulis sebuah cerita biografi perjalanan bapak, dan bapak menyambut hangat niat saya. Bahkan bapak mendoakan saya supaya menjadi penulis sungguhan. Saya mengaminkan doa itu dan terkekek bersama.
Selang satu minggu setelah niat itu kusampaikan sebuah pesan singkat dari ponselku berdering. Sebuah pesan singkat berbunyi,
"Telah berpulang ke rahmatullah papa kami Rio Salahudin umur 84 tahun, mohon dimaafkan semua kesalahannya dan amal ibadahnya diterima amiin. Jika ada sangkutan mohon hubungi keluarga".
Tidak sampai berderai air mata, namun aku rasakan letupan luar biasa. Penyesalan sekali hingga sampai usiamu aku tak mampu mengabadikan kisah mudamu yang luar biasa itu. Ternyata minggu yang lalu, adalah minggu terakhirnya mendengarkan cerita-ceritamu.
Kini, Pak Rio Salahuddin, tenanglah di sisi ilahi Rabbi.
Surat ini adalah Ucapan terima kasih sudah membimbing kami mencintai dunia perpustakaan, tak lebih juga ini adalah penngganti janjiku tempo dulu tentang keinginanku menulis biografi hidupmu.
Iya saya paham. ucapan terima kasih ini akan lebih afdol jika ditranslit dengan ucapan terimakasih bahasa Perancis yang tempo dulu bapak ajarkan.
Ya, "Merci Beaucoup" dibaca mersibuku.
Sekali lagi kami ucapkan Merci Beaucoup Rio Salahuddin.
Hugs
Rusmiatiningsih
By: @eneng_rusmiati